Suatu hari Abu Nawas dipanggil
Baginda.
"Abu Nawas." kata
Baginda Raja Harun Al Rasyid memulai pembicaraan.
"Daulat Paduka yang
mulia." kata Abu Nawas penuh takzim.
"Aku harus berterus
terang kepadamu bahwa kali ini engkau kupanggil bukan untuk kupermainkan atau
kuperangkap. Tetapi aku benar-benar memerlukan bantuanmu." kata Baginda
bersungguh-sungguh.
"Gerangan apakah yang
bisa hamba lakukan untuk Paduka yang mulia?" tanya Abu Nawas.
"Ketahuilah bahwa
beberapa hari yang lalu aku mendapat kunjungan kenegaraan dari negeri sahabat.
Kebetulan rajanya beragama Yahudi. Raja itu adalah sahabat karibku. Begitu dia
berjumpa denganku dia langsung mengucapkan salam secara Islam, yaitu
Assalamualaikum (kesejahteraan buat kalian semua) Aku tak menduga sama sekali.
Tanpa pikir panjang aku menjawab sesuai dengan yang diajarkan oleh agama kita,
yaitu kalau mendapat salam dari
orang yang tidak beragama Islam hendaklah engkau
jawab dengan Wassamualaikum (Kecelakaan bagi kamu) Tentu saja dia merasa
tersinggung. Dia menanyakan mengapa aku tega membalas salamnya yang penuh doa
keselamatan dengan jawaban yang mengandung
kecelakaan. Saat itu sungguh aku tak bisa berkata apa-apa selain diam.
Pertemuanku dengan dia selanjutnya tidak berjalan dengan semestinya. Aku
berusaha menjelaskan bahwa aku hanya melaksanakan apa yang dianjurkan oleh
ajaran agama Islam. Tetapi dia tidak bisa menerima penjelasanku. Aku merasakan
bahwa pandangannya terhadap agama Islam tidak semakin baik, tetapi sebaliknya.
Dan sebelum kami berpisah dia berkata: Rupanya hubungan antara. kita mulai
sekarang tidak semakin baik, tetapi sebaliknya. Namun bila engkau mempunyai
alasan laih yang bisa aku terima, kita akan tetap bersahabat." kata Baginda
menjelaskan dengan wajah yang amat murung.
"Kalau hanya itu
persoalannya, mungkin, hamba bisa memberikan alasan yang dikehendaki rajaf
sahabat Paduka itu yang mulia." kata Abu Nawas meyakinkan Baginda.
Mendengar kesanggupan
Abu Nawas, Baginda amat riang. Beliau berulang-ulang menepuk pundak Abu Nawas.
Wajah Baginda yang semula gundah gulana seketika itu berubah cerah secerah
matahari di pagi hari.
"Cepat katakan, wahai
Abu Nawas. Jangan biarkan aku menunggu." kata Baginda tak sabar.
"Baginda yang mulia,
memang sepantasnyalah kalau raja Yahudi itu menghaturkan
ucapan salam keselamatan dan kesejahteraan kepada Baginda. Karena ajaran Islam
memang menuju keselamatan (dari siksa api neraka) dan kesejahteraan (surga)
Sedangkan Raja Yahudi itu tahu Baginda adalah orang Islam. Bukankah Islam
mengajarkan tauhid (yaitu tidak menyekutukan Allah dengan yang lain, juga tidak
menganggap Allah mempunyai anak. Ajaran tauhid ini tidak dimiliki oleh
agama-agama lain termasuk agama yang dianut Raja Yahudi sahabat Paduka yang
mulia. Ajaran agama Yahudi menganggap Uzair adalah anak
Allah seperti orang Nasrani beranggapan Isa anak
Allah. Maha Suci Allah dari segala sangkaan mereka.Tidak pantas Allah mempunyai
anak. Sedangkan orang Islam membalas salam dengan ucapan Wassamualaikum
(kecelakaan bagi kamu) bukan berarti kami mendoakan kamu agar celaka. Tetapi
semata-mata karena ketulusan dan kejujuran ajaran Islam yang masih bersedia
memperingatkan
orang lain atas kecelakaan yang akan menimpa mereka bila
mereka tetap berpegang teguh pada keyakinan yang keliru itu, yaitu tuduhan
mereka bahwa Allah Yang Maha Pengasih mempunyai
anak." Abu Nawas menjelaskan.
Seketika itu kegundahan
Baginda Raja Harun Al Rasyid sirna. Kali ini saking gembiranya Baginda
menawarkan Abu Nawas agar memilih sendiri hadiah apa yang disukai. Abu Nawas
tidak memilih apa-apa karena ia berkeyakinan bahwa tak selayaknya ia menerima
upah dari ilmu agama yang ia sampaikan.
oo000oo
Sumber ( Abu Nawas sang penggeli hati, E-Book)
Tag :
Kisah Abu Nawas
0 Komentar untuk "Peringatan Aneh ( kisah Abu Nawas)"