Abu Nawas sebenarnya adalah
seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid
yang tidak sedikit.
Diantara sekian banyak
muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas
mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada
Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya,
"Manakah yang lebih
utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan
dosa-dosa kecil?"
"Orang yang mengerjakan
dosa-dosa kecil." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang
pertama.
"Sebab lebih mudah
diampuni oleh Tuhan." kata Abu Nawas.
Orang pertama puas
karena ia memang yakin begitu.
Orang kedua bertanya
dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, orang yang
mengerjakan dosa-dosa besar atau orang
yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"
"Orang yang tidak
mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang
kedua.
"Dengan tidak
mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan." kata Abu
Nawas. Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.
Orang ketiga juga
bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang iebih utama, orang yang
mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa
kecil?"
"Orang yang mengerjakan
dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas.
"Mengapa?" kata orang
ketiga.
"Sebab pengampunan Allah
kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas.
Orang ketiga menerima aiasan Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan
perasaan puas.
Karena belum mengerti
seorang murid Abu Nawas bertanya.
"Mengapa dengan
pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?"
"Manusia dibagi tiga
tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati."
"Apakah tingkatan mata
itu?" tanya murid Abu Nawas. "Anak kecil yang melihat bintang di langit. la
mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas
mengandaikan.
"Apakah tingkatan otak
itu?" tanya murid Abu Nawas. "Orang pandai yang melihat bintang di langit. la
mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu
Nawas.
"Lalu apakah tingkatan
hati itu?" tanya murid Abu Nawas.
"Orang pandai dan
mengerti yang melihat bintang di langit. la tetap mengatakan bintang itu kecil
walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun
yang besar jika dibandingkan dengan KeMaha-Besaran Allah."
Kini murid Abu Nawas
mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa
menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi.
"Wahai guru, mungkinkah
manusia bisa menipu Tuhan?"
"Mungkin." jawab Abu
Nawas.
"Bagaimana caranya?"
tanya murid Abu Nawas ingin tahu.
"Dengan merayuNya
melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas
"Ajarkanlah doa itu
padaku wahai guru." pinta murid Abu Nawas
"Doa itu adalah :
llahi
lastu HI firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir
dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi.
Sedangkan arti doa itu
adalah : Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tetapi aku
tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku
serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni
dosa-dosa besar.
oo000oo
Sumber ( Abu Nawas sang penggeli hati, E-Book)
Tag :
Kisah Abu Nawas
0 Komentar untuk "Menipu Tuhan ( kisah Abu Nawas)"