Memaknai tahun Baru Hijriyah

Memaknai tahun Baru Hijriyah

Oleh Nazril Hainun
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, 'Dalam keadaan bagaimana kamu ini?' Mereka menjawab, 'Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah).' Para malaikat berkata, 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?' Orang-orang itu tempatnya neraka jahanam, dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-nisa': 97).

Ayat di atas turun sehubungan dengan kasus lima orang pemuda Muslim yang bergabung dengan rombongan kafir dari Makkah, lalu mati mengenaskan dalam Perang Badar, justru terkena senjata tentara Islam yang datang dari Madinah. Peristiwa itu mengundang kesedihan mendalam di kalangan tentara Islam karena tidak sengaja membabat lima saudara seagama mereka yang sudah dibaiat langsung oleh Rasulullah SAW menganut Islam.

Kesedihan umat Islam itu baru berakhir setelah ada penjelasan dari Allah SWT, bahwa mereka mati dalam kategori menganiaya diri sendiri. Bahkan, untuk tempat mereka kelak telah disiapkan neraka jahanam. Persoalannya berkaitan dengan sikap mereka dua tahun sebelumnya yang tidak mau hijrah bersama Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Itu yang menjadi topik dialog malaikat kepada mereka di saat mereka akan menghembuskan napas terakhir. Mereka mengaku tidak ikut hijrah karena lemah iman. Mereka tidak mau mengerti akan makna hijrah dari Makkah ke Madinah seperti yang dilaksanakan Rasulullah bersama penganutnya yang setia.

Mereka mungkin mengira tetap bisa melaksanakan Islam tanpa hijrah. Mereka mengira boleh membuat siasat sendiri dengan cara tetap di tempat kelompok kafir sambil menyembunyikan identitas Islamnya. Siasat itu yang membuat mereka hadir dan mati di Badar dalam rombongan orang kafir dari Makkah.

Padahal, hijrah itu sudah dirancang Allah SWT sebagai sebuah pola mempertahankan keimanan, menghindar dari keganasan kelompok kafir, dan sebagai upaya melanjutkan perjuangan Islam. Iman, hijrah, dan berjuang di jalan Allah harus berjalan secara berurut, pada gilirannya akan menentukan mutu keimanan. Firman Allah SWT, ''Dan orang-orang yang beriman, berpindah, dan berjuang di jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat perlindungan (kepada orang-orang yang berpindah itu) dan memberikan pertolongan, itulah orang-orang yang sebenarnya beriman. Mereka beroleh ampunan dan rezeki yang berharga.'' (Al-Anfal: 74).

Jadi, hijrah merupakan kewajiban, bukan pilihan. Prinsip hijrah seperti itu berlaku juga buat Muslim di belakang Rasulullah SAW, meski tidak lagi dalam bentuk pindah dari Makkah ke Madinah. Tapi, sesuai dengan sebuah hadis sahih, ''Orang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah kepadanya.''

Hijrah mengharuskan setiap Muslim bersikap tegas dan jelas meninggalkan daerah kekafiran. Tidak boleh ada alasan akan mengamalkan Islam atau alasan perjuangan untuk berada dalam arena maksiat. Itulah sebuah renungan dari pergantian tahun Hijriyah yang beberapa hari lalu kita peringati. 


Sumber : Bunga Rampai IX
Tag : Islami
0 Komentar untuk "Memaknai tahun Baru Hijriyah"

Back To Top